Jun 27, 2017

Ketika Lebaran Tinggal Lebaran




Kali ini, aku tahu. Tulisan ini tidak akan diminati banyak orang.
Tapi, entah kenapa. Aku merasa, hari ini, di hari ke 3 lebaran, aku harus menuliskannya.

Ada yang hilang di sini. Di hati.

Ada yang pergi dengan penuh tangisan, namun yang datang, tak bisa kusambut dengan senyuman.

Terus terang, ini adalah tahun pertama, dimana aku menikmati Ramadhan dengan segenap jiwa. Tidak sekedar mengejar hadiah berpuasa, seperti kala kecilku. Atau senang baju baru  saat masih abegeh dan uji mental remaja jelang dewasa. Tak juga sekedar menjadi sosialita dengan bukber sini sana di saat dewasa menuju tua.

Nggak...

Tahun ini, aku merasa sangat TUA.

Yup!

Ada yang hilang dari kegembiraan Syawal yang biasanya kusambut dengan gegap gempita.

Ramadhan lalu, aku menantang diri sendiri.

Diet Mal salah satunya. Dan aku tidak terlalu berhasil melakukannya. Ada satu dua kali aku "terpaksa" ngemal, karena mencari kado untuk Papi mertua, namun aku berhasil tidak bukber di sana, melainkan di mesjid salah satu tempat peristirahatan Tol arah BSD. Lovely break fasting. Apalagi saat kulihat Aam menikmati proses berkenalan dengan abang-abang Betawi yang aktif membantu panitia bukaan puasa di mesjid tersebut.

Aku sempat juga ke Mal kecil di BSD karena mencari kebutuhan liburan anak-anak dan Alquran. Itupun bergegas ingin pulang. Tak ingin buka puasa di luar.

Tahun ini, aku melakukan masak sahur sendirian. Bukan karena apa-apa. Tapi entah mengapa, aku menikmatinya. Tak seperti tahun lalu, yang terasa berat di mata. Nyaris tak pernah kesiangan. Anehkan?

Aku nggak merasa menjadi terbaik dalam urusan beribadah di Ramadhan kemaren, tapi jika ada yang bertanya, bagaimana rasanya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya? InsyaAllah, rasanya tahun ini menjadi salah satu Ramadhan terbaikku. Meski belum tentu sudah maksimal ya? *menunduk dan sadar diri. :(

Tahun ini, kuakui, aku lebih menikmati setiap harinya, puasanya, tilawahnya, tadaburnya, nuansanya, tantangan bagi diriku seperti Diet Mal, menuliskan hadish dengan gambar yang menarik, serta menuliskan Diary Ramadhan di medsos Facebookku secara rutin. Aiiih, baru segitunya ya.... masih jauh dari teman-teman yang sudah terbiasa khatam Quran berkali-kali selama Ramadhan, ataupun mengikuti kajian tiap malam dan bahkan menekuni itikaf di 10 malam terakhir Ramadhan.

Astargfirullah, belum ada apa-apanya. Tapi aku merasa sudah ada usaha ke sana. Masih jauuuh, terasa sudah ada kemauan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Meski mungkin belum banyak, tapi aku tahu.... aku berjuang ke arah baik. Berusaha ke arah yang disyaratkan Allah untuk menjadi mukmin yang baik. InsyaAllah... *doakan aku ya....:)

Sebetulnya ada banyak hal yang menyenangkan sekaligus mengharukan selama Ramadhan. Tak saja kebahagiaan, namun tangisan kala mendengar berita duka dari beberapa teman yang kehilangan orang tua dan bahkan suami mereka. Aku ikut menangis. Aku yakin kehilangan yang teramat sangat dirasakan oleh mereka, jika itu terjadi di bulan Ramadhan. Bagaimana kelak Ramadhan mereka tahun depan?

Aku jadi teringat kisahku dengan Nyaiku bertahun lalu. Aku sendiri merasa kehilangan momentun sholat berjemaah dengannya sejak ia meninggal. Selalu ada yang hilang saat Ramadhan pergi dan digantikan Syawal.

Apalagi menjelang Syawalku tahun ini, suami dan anak-anak bergiliran sakit cukup parah. Dan terakhir malah Mama yang terkena virus batuk parah hingga mual dan lemas. Ini adalah hari ke 5 Mama sakit, tapi semangat sembuhnya sudah nampak. Makanpun sudah banyak.

Namun, ibarat anti klimaks, itulah yang kurasakan Lebaran kali ini.

Tak ada semangat memberi angpau pada anak-anak, meski kepada para keponakan, aku tetap berikan jika mereka datang.
Tak ada semangat berfoto bersama, meski ada sodara dan tamu datang mengunjungi Mama.
Tak ada keinginan bergembira layaknya dirasakan banyak orang.
Sumpah! Tidak ada rasa lebaran di tahun ini di hatiku.

Gambar-gambar foto dari segenap sudut media sosial kulihat dengan tatapan kosong. Sesekali kuselipkan jempol dan hati di beberapa foto.

Meski aku sendiri antara heran dan kagum dengan semangat dress code serta semangat kumpul bersama hingga bermacet ria yang dilakukan banyak pihak. Salut dengan semangat lebaran yang dirasakan.

Ada apa denganku?

Mengapa Lebaran tahun ini seperti hanya sebuah hari biasa?
Rasanya sekedar Lebaran tanpa rasa Kemenangan.

Adakah yang salah dengan ibadahku kemarin ini? Atau terlalu rindukah aku pada Ramadhan, sehingga Syawal dirasakan sebagai pemisah antara cintaku pada Ramadhan?

Semangat menulis tetap ada, niat tetap kupancangkan dalam, meski lembaran diary beberapa lembar kurobek dan kusimpan. Gembolan2 rasa sakit itu biar hilang bersama sobekan tangan.
Aku juga ingin menulis beberapa kisah di blog, seperti Reuni di Palembang dan menjadi Turis di dua kota, yakni Yogya dan Palembang. Namun, terkalahkan oleh rasa ingin bersama bulan Ramadhan. Mungkin Syawal ini bisa kututupi dengan kesibukan menulis, sehingga tak lagi merasa kepergian Ramadhan adalah kesalahan Syawal.

Hahaha...

Kupikir aku mulai aneh dalam berpikir. Ada yang berputar dan terbang. Ada yang mangkir di hati dan tak mau pergi.

Aih aih...

Ada apa gerangan?

Mengapa Ramadhan kali ini pergi dengan membawa sebagian dari hati?
Ada apakah dengan jiwa ini, yang tak antusias menerima kedatangan bulan Syawal?

Aih aih...

Baiklah...

Biarlah catatan ini unjuk gigi di sini. Akan kita lihat, apakah tahun akan datang, rasa ini masih ada atau sudah hilang.

Buat semua yang merasakan indahnya lebaran.... selamat, anda bisa jadi telah dicerahkan oleh banyak hal yang menyenangkan.
Namun buat kalian yang merasakan hal yang mirip dengan yang kutuliskan, mudah-mudahan, tahun depan, giliran kita yang dicerahkan.

Selamat Idul Fitri 1438 H.

Salam,

Dian Onasis
Seseorang, yang sedang mencari causa. Tentang hati yang berduka.

No comments:

Post a Comment

Patah Hati Berbuah Domain Diri

Berdiri di samping banner buku " Dan Akupun Berjilbab" yang aku susun.
Isi buku ini berasal dari lomba "Jilbab Pertama"
yang aku gusung di Multiply tahun 2010, terbit 2011 akhir dan best seller di tahun 2012.


Aku sudah lama mengenal blog. Sekitar awal tahun 2004. Sebelumnya cukup rajin menuliskan kisah dan curhatan hati di blog milik (alm) Friendster.

Belajar ngeblog dengan lebih rutin justru di Blogspot, dan kemudian makin intens di Multipy, yang sebentar lagi akan "membunuh diri".

Aku benar-benar patah hati, ketika tahu Multiply tak akan lama bisa dinikmati. Nyaris pertengahan bulan Ramadan tahun 2012, aku menghentikan tulisanku di sana. Sibuk menyimpan file-file dan akhirnya migrasi ke Blogspot lamaku, dan menjajal areal baru di Wordpress.


Tapi aku kehilangan gairah ngeblog.
read more