Sep 15, 2020

Ngakalin Anak Yang Lagi GTM



Menjadi orang tua, salah satu tantangan yang cukup berat adalah saat si anak kecil dengan kelakuan bossy ini melakukan GMT alias Gerakan Tutup Mulut.

Anakku empat orang. Salah satunya sudah dipanggil Allah di usia kandungan 29 minggu. Alhamdulillah, tiga lainnya dititipkan Allah dengan segenap perbedaan yang dimiliki oleh mereka.  Putri sulung dan putra tengahku waktu kecil atau balita demen banget melakukan GTM. 

Ada fase-fase dimana mereka senang banget makan. Tapi ada fase juga dimana mereka makan hanya sedikit atau bahkan mempermainkan makanan mereka.

Putriku yang sulung, sudah melewati fase ini. Namun saat ia dalam kondisi GTM di usianya menjelang 5 tahun.... ya Allah, rasanya aku benar-benar dalam ujian berat.

Aku pernah sampai menelpon ibuku di Palembang, dan menangis memikirkan kesehatan putriku, karena ia tak mau makan. Benar-benar tak mau. Minum susu tak mau dan aku sampai titik puncak kesabaran, hingga meledak menangis di telepon.

Ibuku lalu bilang, "Kamu dulu juga gitu. Sabar aja. Dikasih aja dulu makanan kesukaannya. Nanti lewat juga kog fase tak nyaman ini."

Rasa khawatir akan kesehatannya tersebut, membawaku konsultasi dengan dokter anak. 

Beliau akhirnya bilang, "kita pantau saja, apakah meski dalam kondisi GTM anaknya tetap happy atau nggak. Jika anaknya ceria, minum air putihnya cukup, juga masih senang ngemil atau ada asupan makanan yang masuk, meski sedikit, ya jangan terlalu khawatir. Yang penting anaknya ceria, tetap beraktivitas fisik dengan senang."

Kuperhatikan, apakah Billa, putriku demikian adanya? Alhamdulillah memang iya. Dia memang makannya sedikit, tapi aku tetap rajin meminta dan memberinya minum sesuai harusnya. Meskipun tidak mudah juga. Billa juga aktif, ceria dan terlihat bahagia dalam setiap aktivitasnya. 

Kekhawatiranku soal GTM nya ini berakhir saat dia mulai kelas 3 SD, sudah kenal jajajan dan menyukai makanan berkuah dan tempe. Alhamdulillah, dia gak pernah lagi GTM. Meskipun, kalau dipikir-pikir, lama juga dia males makan.

Hikmahnya sih, dia nggak sulit diajarin puasa sama sekali. Bener-bener nggak menyulitkan. Dia suka puasa. Karena nggak repot makan minum. Hehehe. Usia 5 tahun, Billa sudah puasa full seharian, tanpa drama sama sekali. 

Ya, mungkin itu hikmahnya ya?

Saat ini, putriku sudah meranjak remaja. Khas remaja adalah bawaannya pengen jajan dan ngemil. Billa pun sudah senang makan, bisa sampe nambah nasi jika lauknya adalah makanan favorit dan tetap makan sepiring nasi, meskipun lauknya bukan favoritnya. 

Bagaimana dengan si Putra Tengahku? Aam ternyata ada juga masanya GTM. Tapi nggak selama dia batita. Di usia itu, semuanya yang ditawarkan dia makan. Dia belum bisa bicara sampai usia 3 tahun. Bisa jadi, karena itu juga, dia nggak pernah protes dengan makanan apapun yang kuberikan.

Aku sempat bahagia, saat Aam mau makan dengan sayur, buah dan protein seperti tahu dan ayam.
Minum susunya juga jago.

Sayangnya, masa menyenangkan itu berubah, saat Aam mulai bisa berbicara dan berkomunikasi. Dia mulai bisa menolak..

"No! I dont like it!" Menjadi kalimat favoritnya. Akhirnya diapun melakukan GTM pertama kali di atas usia 3.5 tahun.

Fiuuuh, untungnya dia nggak berlama-lama melakukan GTM terhadap susu. Ayam goreng masih mampu membuatnya tergoda untuk makan, meskipun sedikit. 
Sejak usianya 5 tahun, Aam nggak ngelakukan GTM lagi,  meskipun lauknya dia milih, telur, tempe, ayam dan mie menjadi pilihannya. Tak ada sayur dan buah lagi. Hiks.

Aku sempat mengeluhkan kondisi tersebut ke dokter anak langgangan. Jawaban beliau, "Selama anaknya happy, ya nggak masalah. Soal asupan vitamin, bisa diberi suplement vitamin untuk anak-anak. Toh selama ini pupnya lancar juga kan? Nggak pernah kholik atau apa?"

Aku mengangguk. Ya, memang Aam tetap ceria meski cenderung sangat aktif. Dan belum pernah ngalamin masalah dengan pencernaan secara khusus. 

Akhirnya, kupilih untuk memantau saja. Apakah anak-anak cukup asupan cairannya dan ceria/bahagia, aktif dengan kemampuan tumbuh kembang yang jelas? 

Meskipun, ternyata Aam adalah anak gifted atau tumbuh kembang yang disinkronisasi antara kecerdasan kognitif dengan verbalnya, namun secara fisik, Aam baik dan sehat.

Sekarang, bagaimana dengan si Putri Bungsuku? Usianya baru menjelang 7 bulan. Sejauh ini, belum terlihat gejala GTM sama sekali dengan MPASInya. Meski dia senang sekali menyemburkan makanan. Hehehe.

Ya, mudah-mudahan, jikapun ada fase GTMnya kelak, aku sudah punya cukup modal pengalaman berdasarkan kelakuan kakak dan abangnya. Prinsip dasar dari dokter akan kupegang. Yakni, cukup cairan tubuh, anaknya tetap ceria dan aktif, serta terlihat cerdas sesuai tumbuh kembangnya. 

Harapanku, jika berpegang pada prinsip dasar demikian, maka sebagai ibu, kita tidak panik, tidak terlalu khawatir yang berlebihan, kala anak memasuki fase GTM. 

Kecuali, jika akibat GTM tersebut anak terlihat lesu, males-malesan dan bawaannya ingin tidur aja serta mojok nggak jelas di sudut ruangan rumah. Apalagi, diikuti gejala klinis lainnya seperti demam atau muntah, maka langsung bawa ke dokter. GTM yang demikian bisa jadi terkait asupan cairan yang minim atau ada masalah dengan pencernaanya. 

Sebagai orang tua, memang menaikkan alarm kewaspadaan itu selalu wajib hukumnya. Termasuk terhadap GTM oleh anak. Boleh santai, tapi waspada. Yang penting, menjadi orang tua dari anak yg melakukan GTM adalah tidak boleh panik. Pengalamanku mengajarkan demikian.

#diarybunda 






2 comments:

  1. Syiffa kadang GTM, Uni...

    Terima kasih untuk pencerahannya. Yang penting anak ceria dan sehat ya. Noted.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duuh cipa maaah.. bukan GTM ya Nak.. cipa mah demen bikin bunda sebel aja hahahhha

      Delete

Patah Hati Berbuah Domain Diri

Berdiri di samping banner buku " Dan Akupun Berjilbab" yang aku susun.
Isi buku ini berasal dari lomba "Jilbab Pertama"
yang aku gusung di Multiply tahun 2010, terbit 2011 akhir dan best seller di tahun 2012.


Aku sudah lama mengenal blog. Sekitar awal tahun 2004. Sebelumnya cukup rajin menuliskan kisah dan curhatan hati di blog milik (alm) Friendster.

Belajar ngeblog dengan lebih rutin justru di Blogspot, dan kemudian makin intens di Multipy, yang sebentar lagi akan "membunuh diri".

Aku benar-benar patah hati, ketika tahu Multiply tak akan lama bisa dinikmati. Nyaris pertengahan bulan Ramadan tahun 2012, aku menghentikan tulisanku di sana. Sibuk menyimpan file-file dan akhirnya migrasi ke Blogspot lamaku, dan menjajal areal baru di Wordpress.


Tapi aku kehilangan gairah ngeblog.
read more