Jun 16, 2013

Mengapa memilih menulis cerita anak?

Novel genre anak, karya terbaruku.
Sirenetta Menyelematkan Putri Bella
Terbitan Bentang Belia 

*tulisan ini sudah diedit ulang, sebelumnya diposting di komunitas Taraje , tgl 24 Mei 2013. 


Judul di atas, adalah pertanyaan yang sering ditanyakan teman-teman dekatku. Bahkan ada yang “keras” membuat pernyataan, “Lo gak akan kaya dengan menulis cerita anak, Dian! Jangan mimpi akan ada JK Rowling jilid 2!

Hehehe, terus terang, mana ada orang bekerja, apalagi bekerja di dunia yang disukainya, dalam hal ini menulis, yang juga tak ingin kaya? Kan asyik ya, kalau kita tak hanya kaya hati, lalu dituliskan isi hati kita dalam bentuk buku, lalu jadi kaya materi?

Kembali ke pertanyaan di atas, maka jawaban sederhananya, adalah karena niat awal menulis, cenderung pada cerita anak. Inilah yang akhirnya, akan membedakan tiap-tiap penulis yang ada, di genre manapun.

Ada beberapa teman, menulis cerita anak, sekedar ingin tahu. Bagaimana sih, rasanya menulis cerita anak? Lalu, setelah berhasil menuliskannya atau punya 1-2 buku, ia beralih ke genre lain.

Apakah ini salah? Tentu saja, tidak!

Hanya saja, cuma sedikit orang-orang yang memang mampu berada di banyak genre tulisan. Sementara banyak yang justru akhirnya tak fokus dan hilang ditelan kompetisi dunia menulis yang semakin ketat.

Ada beberapa teman (penulis) lain, yang justru sangat berbakat menulis cerita (anak) dan tekun bin fokus menjalaninya. Akhirnya menduduki posisi-posisi menarik dan bagus di dunia menulis cerita anak

Lalu, kalau seperti aku? Termasuk jenis penulis yang manakah?

Boleh dibilang, aku termasuk penulis yang mengandalkan 99% kerja keras, karena hanya memiliki 1% bakat menulis. Dengan kata lain, aku tak memiliki bakat menulis yang menonjol, namun mau belajar sungguh-sungguh untuk menulis cerita anak.

Niat utamaku sebenarnya adalah sekedar menginginkan anak-anakku kelak gembira membaca tulisan yang kubuat. Namun, tak kupungkiri, jika lewat menulis ini lalu jadi ada nilai ekonominya, tentu tak kutolak. Siapa tahu bisa kayak seperti JK Rowling –meski mustahil, tapi jika ternyata benar-benar terjadi di Indonesia, saya tentu mau ^_^V.

Sesederhana itukah niat awalku? Yup! Sesederhana itu.

Jika pada akhirnya, aku malah keasyikan menulis novel anak, cerpen anak dan juga kumpulan dongeng… itu terjadi karena proses (by process not by design), diiringi kerja keras dan niat yang kuat.

Lalu, apakah prosesku menjadi penulis cerita anak semudah itu? Jelas tidak!

Terus terang, aku tidak tahu teori-teori menulis cerita. Di awal pembelajaranku, aku tak mengerti definisi karakter, tentang bahasa menganak, plot, alur dan lain-lain.

Please, jangan tanya mengenai  teori-teorinya. Aku akan kesulitan menjelaskan berdasarkan text book. Jika ada pertanyaan yang diajukan pada diriku, akan kujawab berdasarkan pengalaman yang kumiliki.

Ketika pertama kali terjun ke dunia menulis cerita anak, yang kulakukan adalah membaca dan membaca. Kupergunakan kebiasaan meneliti dan riset selama menjadi dosen di kampus.  Sistem riset ini selalu digunakan ketika menulis bacaan-bacaan anak.

Dari sana, kubuat “modul” atau “ringkasan” sendiri. Baru kemudian kumulai menulis dan menulis.
Selama menulis, aku tak perduli teori. Patokannya hanyalah draft naskah, timeline yang kubuat dan ukur sesuai kemampuan serta kondisi ketika menulis.

Kemudian, edit dan edit naskah berkali-kali.

Berlanjut, untuk memperbaiki kualitas menulis, maka kucari “guru”. Mulai dari yang gratisan, seperti di blogfam (2010) hingga kelas Malam Minggunya TASARO (2013). Aku juga ikut dalam beberapa kelas online yang berbayar.

Dari sini semuanya kembali berproses.


Hingga tanpa disadari, sejak tahun 2009, ketika pertama kali menulis cernak untuk lomba majalah Bobo (berhasil masuk jajaran pemenang harapan,  yang akhirnya memboosting semangat menulisku), akhirnya, di tahun ini (2013), dapat menghasilkan 5 novel anak, 1 buku genius kid (sbg co-writer), lalu 3 cernak tergabung dalam 3 buku kumcernak, di berbagai penerbit mayor (Tiga Ananda, Dar!Mizan, Bentang Belia, Pelangi Indonesia, Pustaka Ola, dan Talikata).

No comments:

Post a Comment

Patah Hati Berbuah Domain Diri

Berdiri di samping banner buku " Dan Akupun Berjilbab" yang aku susun.
Isi buku ini berasal dari lomba "Jilbab Pertama"
yang aku gusung di Multiply tahun 2010, terbit 2011 akhir dan best seller di tahun 2012.


Aku sudah lama mengenal blog. Sekitar awal tahun 2004. Sebelumnya cukup rajin menuliskan kisah dan curhatan hati di blog milik (alm) Friendster.

Belajar ngeblog dengan lebih rutin justru di Blogspot, dan kemudian makin intens di Multipy, yang sebentar lagi akan "membunuh diri".

Aku benar-benar patah hati, ketika tahu Multiply tak akan lama bisa dinikmati. Nyaris pertengahan bulan Ramadan tahun 2012, aku menghentikan tulisanku di sana. Sibuk menyimpan file-file dan akhirnya migrasi ke Blogspot lamaku, dan menjajal areal baru di Wordpress.


Tapi aku kehilangan gairah ngeblog.
read more